Sabtu, Februari 28, 2009

Mengutamakan Sudara

Saya, ingin menceritakan kepadamu tentang keutamaan seseorang yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Dengarlah sebuah hadits : yang paling ( Orang yang paling dicintai oleh AllohAzzawajalla adalahbanyak memberi manfaat kepada orang lain. Amalan yang paling dicintai oleh Alloh adalah kesenangan yang diberikan kepadasesamamuslim, menghilangkan kesusahannya, membayarkan hutangnya, ataumenghilangkanrasa laparnya. Sungguh, aku berjalan bersamasalahseorangsaudaraku untukmenunaikan keperluannya lebih aku sukaidaripadaberi’tikaf dimasjid iniMasjid Nabawi) sebulan lamanya. Barangsiapaberjalanbersamasalahseorang saudaranya dalam rangka memenuhikebutuhannyasampaiselesai, maka Alloh akan meneguhkan tapak kakinyapada hari ketikasemuatapakkaki tergelincir. Sesungguhnya akhlak yang buruk akanmerusakamalsebagaimana cuka yang merusak madu.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dunya dengan sanad hasan)

Betapa mulianya akhlak seorang muslim. Ia senantiasa lebih mementingkan kebutuhan saudaranya dibandingkan kebutuhan akan dirinya. Inilah akhlak yang sangat luhur. Sudahkah kita berbuat seperti itu?

Saudaraku, jika salah seorang saudaramu sesama muslim datang mengadukan kebutuhannya kepadamu, maka bergembiralah karenanya dan sadarilah bahwa ia lebih mengutamakanmu daripada yang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Tolonglah dia. Jangan sampai engkau tidak membantunya dalam memenuhi kebutuhannya selagi engkau mempunyai kemampuan untuk itu.

Lihatlah, bagaimana orang-orang sholih terdahulu senantiasa memperhatikan kepentingan saudaranya,

Hakim bi Hizam berkata, Jika aku memasuki waktu pagi dan di pintu depan rumahku tidak ada seorangpun membutuhkan sesuatu dariku, maka aku menyadari bahwasanya hal itu merupakan musibah yang aku meminta pahala kepada Alloh.”

“Ketika seekor kuda milik Ar-Rabi’ bin Khutsaim yang harganya dua puluh ribu dicuri, maka orang-orang bertanya kepadanya, “Doakanlah si pencuri itu!”. Ar-Rabi’ berdoa, “Ya Alloh, jika si pencuri itu orang yang kaya, maka ampunilah dia. Tetapi jika ia seorang miskin, maka jadikanlah dia kaya.” (Shifatush-Shafwah: 3/61)

Saudaraku yang mulia, dimanakah posisi kita dibandingkan mereka?

Saudaraku yang tercinta, maukah engkau berhenti sebentar bersamaku dan kita renungkan bersama sikap wara’ Salman Al Farisi. Al Hasan berkisah, “Gaji untuk Salman Al Farisi lima ribu. Dia menjadi gubernur bagi tiga puluh ribu rakyat muslimin. Jika gajinya diberikan, dia langsung menghabiskannya untuk bersedekah, sementara dia sendiri makan dari hasil anyaman tangannya sendiri.”

Qasim Al ju’i bercerita di tengah halaqah murid-muridnya, “Manfaatkanlah waktu kalian agar jangan sampai terjatuh dalam lima perkara ini, yaitu: jika kalian datang, kalian tidak dianggap, jika kalian tidak datang, kalian tidak dicari, jika kalian bersaksi, kalian tidak diajak bermusyawarah, jika kalian mengatakan sesuatu, perkataan kalian tidak diterima, dan jika kalian mengetahui sesuatu, kalian tidak diberi kesempatan untuk mengutarakannya.”

Aku juga mewasiatkan pada kalian lima perkara: jika kalian didzalimi, maka janganlah kalian membalas berbuat dzalim, jika kalian dipuji, janganlah berbangga diri, jika kalian dicela, janganlah kalian merasa terhina, jika kalian dipancing untuk marah, jangalah kalian marah, dan jika mereka mengkhianati kalian, janganlah kalian balas mengkhianati mereka.” (Shifatush-Shafwah: 4/237)

Tidak ada komentar: