Kamis, November 26, 2009

Jauhi Amarah Agar Hati Menjadi Bersih

Islam memandang hati sebagai sesuatu yang sangat pokok. Hati yang hitam akan merusak amal saleh, menodai keindahannya dan mengotori kebeningannya. Sedangkan hati yang bercahaya, Allah akan memberkati sedikit rezeki yang diterima orang itu, yakni setiap kebajikan cepat datang kepadanya.


Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr, bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya:

“Ya Rasulullah, manusia mana yang lebih unggul?” Beliau menjawab, “Setiap yang bersih hatinya dan jujur perkataannya.” Para sahabat bertanya, “Yang jujur perkataannya kami tahu, sedang yang bersih hatinya, bagaimana?” Beliau menjawab, “Tak ada dosa, zalim, dendam dan iri hati di dalamnya.”


Hadist di atas menjelaskan bahwa dendam dapat membutakan segala kebaikan dan memperbesar keburukan. Kadang-kadang dendam juga bisa membawa manusia kepada khayalan dan dusta, yang semua ini dilarang oleh Islam dan menjauhinya merupakan ibadah yang sangat baik. Pada dasarnya memaafkan itu adalah bersabar jika seseorang diganggu orang lain. Dari itu ia tidak membalas gangguan tersebut selain dengan kebaikan dan tidak marah karena hawa nafsunya selama ia berada di jalan yang benar serta mencari ridha Allah SWT.


Di dalam Al Quran juga terdapat nash yang menyatakan agar marah yang terpendam dalam hati orang yang bertakwa itu berakhir dengan bebas atau lapang. Caranya yakni dengan memaafkan orang yang bersalah, toleransi lalu pergi.


Sebagaimana Allah berfirman dalam Al quran Surat Ali Imran ayat 133-134:


“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 133-134)


Pada ayat tersebut, Allah mengajak manusia agar memaafkan kesalahan diantara mereka, sehingga menurutNya orang-orang yang dermawan dengan harta di waktu mudah dan sulit adalah orang-orang yang berbuat kebajikan. Begitu pula orang-orang yang dermawan dengan maaf setelah marah dan menahan marah termasuk orang-orang yang berbuat kebajikan. Dia menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan itu.

Rasulullah SAW adalah manusia yang tidak pernah marah dan selalu berhati lapang untuk memaafkan kesalahan orang-orang yang berlaku jahat terhadap beliau.


“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu*. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS. Ali Imran:159)


* Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.


Diriwayatkan dari Mu’adz Bin Jabal dari Anas dari Nabi SAW bersabda:

“Barangsiapa yang menahan marah sedang ia mampu melakukannya, ia akan dipanggil Allah dari atas kepala semua manusia untuk disuruh memilih bidadari mana yang ia inginkan.”


Marah adalah tempat masuknya setan. Setan menjadikan manusia tidak dapat berpikir sehat ketika sedang marah. Ia sangat bernafsu sekali menyesatkannya dan menjadikan budak-budaknya. Dengan cara ini setan mampu menjauhkan manusia dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Setan memperdaya manusia dengan menyalakan api permusuhan di hatinya.


Diceritakan dari Ja’far Ash Shadiq bahwa anak lelakinya berdiri menuangkan air ke tangannya. Kemudian jatuhlah periuknya dari tangan anak itu ke bak cucian, lalu airnya menyembur ke muka Ja’far. Maka Ja’far marah kepada anak itu. Lalu anak itu berkata, “Dan orang-orang yang menahan marah.” Ja’far berkata, “Aku sudah menahan marahku.” Anak itu berkata, “Dan orang-orang yang memaafkan manusia.” Ja’far berkata, “Aku telah memaafkan kamu.” Anak itu berkata, “Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. “ Ja’far berkata , “Pergilah, kamu bebas demi keridhaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.”


Diriwayatkan bahwa Umar ra. pernah melihat orang mabuk, kemudian hendak menangkapnya untuk di ta’jir. Tetapi orang mabuk itu marah, maka Umar pergi meninggalkannya. Ada yang berkata kepada beliau, “Ya Amirul Mukminin, ketika ia memarahimu, engkau malah meninggalkannya.” Beliau berkata, “justru karena itulah aku meninggalkannya. Jika saja aku mena’jirnya berarti aku telah membela diriku, sedang aku tidak ingin memukul seorang Muslim demi membela diriku.”


Itulah contoh-contoh menahan marah atau memaafkan orang, tetapi kebanyakan orang menganggap hal ini sebagai cara memalukan dan menurunkan harga diri.


Al Ghazali dalam Kitab Al Ihya Ulumuddin mengatakan “Ketahuilah, bahwa marah jika dibiasakan menahannya, niscaya mudah sembuh seketika. Marah juga suka kembali ke dalam batin dan memadat di dalamnya lalu menjadi dengki. Dengki artinya membiarkan hati merasa berat, benci dan marah terlalu lama. Maka dengki itu merupakan buah dari marah.

Rasulullah Saw bersabda, “Jika salah seorang kalian marah maka berwudhulah dengan air, karena marah itu dari api.” (HR. Muslim)

Kemudian Imam Ghazali juga menyebutkan beberapa cara untuk mengobati marah melalui ilmu dan amal antara lain :

Hendaklah takut kepada Allah dan siksaNya.
Hendaklah merenungi nash-nash tentang keutamaan menahan marah, memaafkan dan kuat terhadap ujian.
Hendaklah berlindung dari setan yang terkutuk karena marah itu dari setan.


Islam telah memberi nasehat orang yang mempunyai hak dengan cara memberi anjuran dengan lembut, toleran dan menghapus kesalahan-kesalahan masa lalunya dengan menerima taubat. Islam juga telah menghapus kedengkian dan membunuh benih-benihnya dari sejak manusia lahir. Karena itu seorang muslim harus berpikiran luas dan pandai menata emosinya dengan melihat segala sesuatu dari segi kepentingan umum, bukan dari kepentingan pribadi. Setiap kali iman bertambah dalam hati, bertambah pula sikap toleran dan pemaaf serta jauh dari amarah.


Disisi lain, tergantung kepada kemampuan seorang muslim pula lah dalam mengendalikan nafsu, menahan marah, menjaga ucapan dan menghindarinya dari terpeleset ucapan. Maka tindakan mengelola amarah itulah yang akan dinilai kedudukannya di sisi Allah.

Islam juga mengharamkan saling mencaci antara orang-orang yang bermusuhan. Banyak perkelahian yang mengorbankan kehormatan dan larut dalam kata-kata kasar, penyebabnya tidak lain karena marah yang tak terkendali dan etika yang hilang. Cara menghindari semua itu adalah bijaksana ketika marah dan mengedepankan maaf daripada dendam.


Islam sudah menunjukkan kepada kita cara terbaik serta diridhai Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan telah menunjukkan kepada kita kebesaran jiwa dan ksatriaan. Yaitu hendaklah manusia menahan marahnya agar tidak meledak, menjaga tangannya agar tidak betindak dan menjadikan maafnya sebagai syukur kepada Allah. Karena atas kehendakNya ia bisa mengambil hak-haknya. Karena itu hendaklah seorang muslim hatinya bersih dari dengki, tipu muslihat, iri, menghasut, mengumpat dan marah.

Tidak ada komentar: